Reportika.co.id || Kota Bekasi – Dunia pendidikan seakan tak pernah diatasi dari semua yang berkuasa di Kota Bekasi selalu saja permasalahan muncul dan tak terselesaikan.
Anggota Komisi IV DPRD kota Bekasi asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Latu Har Hary menyatakan ia belum melihat keseriusan Dinas Pendidikan Kota Bekasi dalam menerapkan dalam penerapan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2022 meskipun sudah sekian kali gonta-ganti kepala daerah.
“Kita tidak mengatakan PPDB tahun ini mengalami kemunduran, tapi kita juga belum merasakan perbaikan yang signifikan. Sudah berapa kali kita berganti Wali kota tapi permasalahannya sampai detik ini masih sama. Jadi kalau kita tidak bersama sama bersinergi permasalahan pendidikan ini tidak akan pernah selesai,” ujarnya.
Hal tersebut dikatakan dalam pemaparan acara rutin Diskusi Publik yang digelar Komunitas Media Online Indonesia (Komodo) pada Jum’at (5/8/2022) di Balelo Food Garden, Perumahan Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Menurut Latu, persoalannya adalah jumlah lulusan siswa dengan daya tampung sekolah berbanding jauh atau jomplang dan signifikan.
“Lulusan SMP tahun ini sekitar 45.000, yang diterima Dinas Pendidikan hanya punya daya tampung 433 rombel, kalau sesuai data dapodik permendiknas hanya memperbolehkan 32 siswa per rombel. Pemkot Bekasi awalnya mengeluarkan perwal 32 per rombel, karena kalo lebih dari 32 data di dapodiknya merah,” jelasnya.
Jika mengacu pada angka 32 sesuai dengan rombel sekolah negeri hanya bisa menampung 13857 siswa, jadi berapa ribu lagi siswa yang tidak tertampung?
“Jika rombelnya dinaikkan menjadi 40 maka kita hanya bisa menampung 17320 siswa tentu masih jauh dari kapasitas,” katanya.
Kemudian jika dipaksakan 48 itupun baru mencapai 20.000, jadi kata Latu memang cukup pelik pendidikan saat ini karena memang belum bisa memfasilitasi daya tampung siswa.
“Bagi masyarakat kota Bekasi tujuan pendidikan mereka adalah bagaimana anaknya bisa sekolah di negeri dan masih menjadi prioritas karena sekolah negeri itu semua fasilitasi dan biaya pendidikannya terjamin,” katanya.
Masalah biaya menjadi utama, tapi apakah menjadi kendala bagi sekolah swasta? Jawabannya tidak. Karena banyak juga warga Bekasi yang mau menyekolahkan anaknya di swasta karena mereka merasa membutuhkan kualitas mutu pendidikan yang lebih dibandingkan sekolah negeri tapi memang berbanding lurus dengan biaya.
“Akhirnya yang dicari adalah kualitas. Kualitas pendidikan kita yang diinginkan oleh para orangtua. Kalau orangtuanya merasa kualitas di sekolah negeri cukup dengan kemampuan ekonominya mendukung berarti yang menjadi prioritas sekolah negeri,” ujarnya.
Hampir 80 persen masyarakat Kota Bekasi yang masih menginginkan dan mempercayakan kualitas pendidikannya kepada sekolah negeri karena dari faktor ekonominya mereka hanya mampu untuk menyekolahkan anaknya di negeri selebihnya masih sebagian kecil, problem juga bagi sekolah swasta.
“Persoalannya adalah apakah dengan jumlah kelulusan itu yang bisa diterima oleh sekolah negeri dan nantinya akan di sekolah swasta bisa seimbang? kan gak juga. Akhirnya banyak permasalahan yang hingga sekarang timbul dan akan tetap muncul permasalahannya pada tahun tahun berikutnya atau sampai dengan pergantian kepala daerah lagi diperiode berikutnya 2024,” ungkapnya.
Di samping itu, dari segi anggaran pendidikan DPRD sudah menganggarkan lebih dari 20 persen sesuai perintah undang-undang.
“Kita sudah lebih dari 20 persen. Anggaran APBD kita di ketok 5,8 triliun dan alokasi untuk Dinas Pendidikan lebih dari 1,7 triliun, itu bukan angka main main,” tegasnya.
Jadi kalau dihitung berapa nilai kelulusan dan kapasitas rombel (ruang belajar siswa) daya tampung siswa apakah tetap sama seperti ini dari tahun ke tahun. Perbandingannya sederhana berapa idealnya pemkot Bekasi punya sekolah per kecamatan? “tinggal di pro rata saja sebanding tidak Angka Wajib Belajar dengan jumlah sekolah SD/SMP yang ada di wilayah tersebut,” ujarnya.
Inilah yang menjadi fokus utama perhatian pemerintah kota Bekasi terutama di Dinas Pendidikan.
“Kalau alokasi anggaran untuk Disdik sudah besar, peruntukannya tepat atau tidak? kan tinggal kita rancang saja berapa alokasi anggaran pertahun secara proporsional untuk menambah jumlah rombel Ruang Kelas Baru (RKB) atau misalnya ada penambahan sekolah baru dan kita tambahkan Unit Sekolah Baru (USB) nya dan kita tinggal mencari lahan fasos dan fasumnya jika ada di wilayah tersebut, kalaupun tidak ada kita cari solusinya membeli lahan, anggarannya pasti kita sediakan,” jawabnya.
Kata Latu tidak mungkin teman-teman di banggar mentang-mentang tidak ada kaitannya dengan dapil mereka secara personal apalagi terkait dengan permasalahan pendidikan tidak akan mencoret anggaran biayanya.
“Apalagi anggota komisi IV dari 12 anggota, 8 anggotanya merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) artinya punya kekuatan untuk bisa mendorong dan merekomendasikan terkait dengan kebutuhan anggaran pendidikan dan kesehatan yang menjadi domain tupoksinya,” tukasnya.
(Sule/tim).