Korban dan Kuasa hukum ED Cash Pertanyakan Kejagung RI Terkait Anggaran Fotocopy Berkas Perkara di Kejari Kota Bekasi

Reportika.co.id || Kota Bekasi – Sidang kasus investasi ponzi EDC Cash para Terlapor (korban) dan Terlapor (Pelaku) kecewa lantaran persidangan di tunda minggu depan. Jaksa Agung di Kejari Kota Bekasi Tak Punya Anggaran??


Dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Ponzi EDC Cash, Kuasa hukum Terdakwa Abdulrahman Yusuf (AY) mengaku dalam kasus ini pihaknya merasakan adanya upaya Obstruction of justice ( tindakan penghalangan dalam proses hukum) yang dihadapi dirinya dalam memberikan pembelaan hukum terhadap kliennya.

Kuasa Hukum Dohar Jani Simbolon, SH mengatakan hal ini usai menghadiri sidang pembacaan dakwaan AY di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi, Senin (8/01/2024).

Obstruction of Justice diartikan sebagai tindakan yang mengancam dengan atau melalui kekerasan, atau dengan surat komunikasi yang mengancam, mempengaruhi, menghalangi, atau berusaha untuk menghalangi administrasi peradilan, atau proses hukum yang semestinya

Sebelumnya kasus investasi Ponzi EDC Cash sudah diputuskan Hakim di PN Kota Bekasi bahwa ke lima pelaku yakni Abdulrahman Yusuf, Suryani, Asep Wawan Hermawan, Jati Bayu Aji, M. Roip Sukardi dan Eko Darmanto,sudah dinyatakan bersalah dan para pelaku divonis hukuman penjara.

Lalu dilaporkan lagi oleh H. Mulyana selaku perwakilan korban yang merupakan Ketua Paguyuban Mitra Bahagia Berkah Bersama yang membawahi puluhan anggota yang merupakan korban EDC Cash dalam perkara TPPU di Bareskrim Mabes Polri.

H. Mulyana mengungkapkan awal permintaan perdamaian dari pihak terlapor. Pada saat proses penyelidikan ada permintaan dari pihak terlapor, AY Cs pernah mengajukan perdamaian kepada dirinya melalui penyidik.

Dan pada saat itu dirinya sebagai pelapor menyetujui permintaan perdamaian yang diajukan terlapor.

“Tapi ternyata persetujuan saya tidak disampaikan justru sebaliknya yang disampaikan penyidik ke pihak AY kalau saya menolak permintaan perdamaian, ini yang membuat saya ada dugaan penghalangan bagi kami untuk berdamai,” ucap H. Mulyana.

Menurut penuturan Dohar, kliennya sudah sepakat melakukan perdamaian dengan para korban saat masih dalam proses penyelidikan di Bareskrim.

Pada 15 November 2023 Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi mengeluarkan Putusan
Nomor: 505/Pdt.G/2023/PN.Bks terkait tercapainya perdamaian para pihak dan para pihak harus mentaati dan menjalankan semua isi putusan yang termuat dalam perjanjian
perdamaian tersebut.

Sehingga harapan Pihak Terlapor (pelaku) dan Terlapor (korban) dengan adanya kesepakatan perdamaian yang sudah inkrah bisa menghentikan proses perkara TPPU.

Lalu aset atau harta sitaan dari para pelaku yang disita Bareskrim bisa diserahkan ke para korban sebagai ganti kerugian yang hampir mencapai ratusan miliar.

“Kami sudah memberikan laporan ke penyidik bahwa kami sudah ada putusan inkrah perdamaian dengan pihak korban atau pelapor H. Mulyana selaku Ketua Paguyuban yang beranggotakan para korban investasi Ponzi EDC Cash,” ungkap Dohar.

Namun kata Dohar, para korban dan kuasa hukum dari kedua pihak kecewa lantaran upaya mereka tidak direspon oleh penyidik bahkan di Tahap P19 berkasnya tidak lengkap tapi tetap dilanjut ke Tahap P21.

“Kami pun protes juga di Kejari tapi tetap dilanjut oleh Jaksa sampai di persidangan di PN Kota Bekasi ini,” ucapnya kecewa.

Dohar mengaku prihatin bahwa proses administrasi pun diabaikan oleh Kejaksaan dan Pengadilan Negeri yang tidak profesionalnya mereka dalam menangani administrasi
perkara.

Hal ini tentunya penuh kecurigaan bagi kami dan para korban, kenapa jika belum terpenuhi tapi bisa berlanjut ke tahap P21 dan sampai di sidangkan?. Mengapa kesannya begitu tergesa -gesa seakan ingin segera disidangkan?

“Sehingga terkesan sidang ini
dipaksakan dan Kejaksaan tidak ingin memfasilitasi perdamaian kami?”, ungkap Dohar Jani Simbolon, SH.


Dalam kesempatan yang sama Siti Maylanie Lubis, SH selaku Kuasa Hukum para korban mengatakan pada saat itu pihaknya meminta kepada Bareskrim untuk segera bisa dilakukan audit dan juga appraisal seluruh barang bukti yang disita agar para korban dapat mengetahui berapa sebenarnya nilai total dari seluruh barang bukti yang disita.

Namun sangat disesalkan oleh kedua pihak baik terdakwa dan korban tidak digubris oleh Bareskrim dan Kejaksaan sampai akhirnya perkara ini disidangkan pada hari ini.

Bagi para korban kata Maylanie atau biasa disapa Lani tetap pada keputusannya bahwa Hakim PN Kota Bekasi harus bersikap adil karena sebelumnya surat kesepakatan
perdamaian kedua pihak sudah disahkan oleh PN Kota Bekasi.


Para terdakwa juga mengatakan kepada kami lewat kuasa hukum mereka yaitu Dohar Jani Simbolon, SH bahwa banyak beberapa barang bukti mereka yang disita tapi tidak dimasukkan kedalam penetapan daftar barang sitaan.

Bahwa pihak kejaksaan terkesan mengabaikan hak-hak para korban yang mencari keadilan serta berharap kerugian para korban bisa dikembalikan, dalam pandangan para korban kejaksaan sangat tidak pro kepada para korban.

“Kami sudah menyurati berkali-
kali kepada Kapolri, Jaksa Agung, Jampidum, Jamwas dan juga Kajari Bekasi Kota ,mengenai keberatan kami tidak adanya transparan terhadap barang bukti dari mulai penyidikan dan sampai saat ini,” ucap Dohar dan Lani kuasa.

Sule

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *