Reportika.co.id || Kota Bekasi – Berlangsung ricuh Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi Eksekusi yang ke dua kali dan melalui juru sita tetap memaksakan pengosongan rumah dengan alamat tidak sesuai dengan luas tanah 100 met persegi milik Lambok Nababan di Kampung Pengasinan, Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (19/12/2023).
Juru sita PN Kota Bekasi mengerahkan puluhan “preman” bayaran dan merusak pagar meskipun secara objek alamat eksekusi tersebut tidak sesuai dengan amar putusan PN Kota Bekasi dan hasil keputusan lelang,
Eksekusi pertama 22 November 2023 gagal dilakukan dan saat ini dipaksakan dieksekusi didasari pada amar putusan PN Kota Bekasi Nomor 63/Pdt.G/2002/PN Bekasi tanggal 2 Mei 2002 dan hasil lelang dengan penetapan nomor 21/Eks.Ris Lelang/2022/PN.Bks Jo. Nomor 93/2003 ditetapkan 7 Desember 2023 oleh PN Kota Bekasi.
Menurut Lambok Nababan, sejak dari dulu rumahnya tidak pernah berubah semua surat dan dokumen pribadi saya dari dulu alamatnya di RT.05/01, No. 14, Kelurahan Pengasinan, Rawalumbu, Kota Bekasi.
Memang diakuinya ada perubahan, tapi hanya nama Kecamatan dari Bekasi Timur menjadi Rawalumbu pada saat pemekaran pada jaman Kabupaten Bekasi.
“Pada eksekusi pertama gagal eksekusi tapi hari ini mereka merampok rumah saya, alamat sempat dikoreksi tapi tetap salah RT 05/01, No. 45 dan itu tetap bukan alamat rumah saya,” kesal Lambok.
‘Barang – barang di dalam rumah saya sebagian tidak diketahui disimpan atau dibuang dimana, oleh tim preman juru sita PN Bekasi,” ungkap Lambok.
Lambok sebut ada cacat hukum karena ada pemalsuan data oleh oknum Ketua RT yang memberikan keterangan palsu mengenai alamat rumah dia.
“Karena keterangan palsu oknum Ketua RT yang menyebut alamat rumah saya dulu dari RT. 03/01 No.45 berganti menjadi RT 05/01 No. 14. Padahal dari dulu alamat rumah saya dan lingkungan di RT tidak pernah berubah tetap RT 05/01,” ucapnya.
Untuk itu, Lambok tetap bersikeras agar PN Kota Bekasi melalui juru sita, Radius Hadiwijaya harus mengganti alamat rumahnya dulu dengan benar sebelum memaksa mengosongkan rumahnya.
Sedangkan status tanah dan rumah milik Lambok Nababan atas nama dirinya dan sudah bersertifikat hak milik berdasarkan SHM yang diterbitkan BPN/ATR Kota Bekasi No. 03558/tanggal 23 November 1999.
“Yang anehnya lagi sudah ada keputusan lelang tetapi saya tidak pernah dilibatkan, tidak pernah diundang, apalagi rumah dan tanah milik saya tidak pernah diperjual belikan atau bersengketa dengan siapa pun, kalau penggugat bilang katanya harta gono gini tapi saya tidak pernah terima surat perceraian dari Pengadilan,” kata Lambok kecewa.
Kuasa hukum tergugat, Haritsah SH, MH bersama Joko S. Dawoed, SH menuturkan bahwa pihaknya merasa kecewa dengan eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi yang dipimpin oleh tim juru sita Radius Hadiwijaya.
“Kami mendapatkan rasa kekecewaan yang sangat besar terhadap hukum di Indonesia, kami menduga ada penyelundupan hukum nyata ada di negeri ini yang dilakukan oleh para jurus sita Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi, dimana gugatan berbeda alamat dapat dieksekusi,”kata Joko Dawoed.
Dikatakannya bahwa keputusan itu cacat formil melakukan eksekusi beda objek, dimana putusan Pengadilan Nomor 63/Pdt.G/2002/PN Bekasi dengan Putusan tanggal 2 Mei 2002.
“Tidak pernah diberikan sampai saat ini dan tidak pernah dibacakan secara terbuka dalam melakukan proses eksekusi baik di 22 November 2023 dan pada hari ini juga 19 Desember 2023, tidak pernah dibacakan amar putusannya,”imbuh Joko.
“Jelas ini eksekusi yang dipaksakan dan tidak manusiawi dimana sebentar lagi mendekati hari sakral kaum nasrani dan jelang pemilu,” katanya prihatin.
Atas eksekusi itu, pihak kuasa hukum tergugat juga akan melakukan upaya hukum lain.
“Dari kuasa hukum kami akan melakukan upaya hukum yang baik secara perdata maupun pidana, kami sedang mengumpulkan bukti-bukti, dimana bukti tersebut juga dihalang-halangi untuk kita dapatkan,”ungkapnya.
Juru sita Pengadilan Negeri Bekasi, Radius Hadiwijaya mengatakan bahwa eksekusi yang dilakukan mengacu pada surat sertifikat nomor dan ukurannya dan titiknya tetap berada di obyek eksekusi.
“Kalau soal alamat RT RW itu kan, bisa saja hanya salah pengetikan, dari awal pun tidak pernah dibantah. Kami panggil pun orang itu (Lambok Nababan)dengan alamat yang sama kami kirim suratnya tiba-tiba di ujungnya hanya memaksa – memaksa,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Radius soal alamat yang salah, menurut dia hanya untuk pengalihan saja, tetap eksekusi ini terlaksana dengan mengosongkan barang – barang termohon, yang nantinya setelah kosong akan diserahkan ke pemohon.
(Sule)