Reportika.co.id || Kota Bekasi – Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi, Sorta Ria Neva dengan hakim anggota Basuki Wiyono dan Joko Saptono, diharapkan mampu menegakkan palu keadilan dan tidak takut terhadap intervensi dalam mengadili perkara pidana No. 25/Pid.B/2024/PN. Bks.
Harapan itu disampaikan kuasa hukum saksi korban/pelapor Dr. Stephanus Pelor, SH.,MH dan Andriyan, SH, dari Kantor Hukum SPP Lawfirm kepada awak media di PN Kota Bekasi, Senin (13/5/24).
Menurut Andriyan, hal ini disampaikan tidak lepas dari perhatian masyarakat, dimana setiap persidangan selalu ada aksi demo agar para terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Bekasi, Arif menyebutkan dalam persidangan bahwa kedua terdakwa, Gunata Prajaya Halim dan Wahab Halim telah didakwa melanggar pasal, 263 dan 266 KUHPidana dan menuntut 5 tahun penjara.
“Kami sebagai kuasa hukum korban perlu menanggapi beberapa hal terkait perkara
No: 25/Pid.B/2024/PN.Bks yang diperiksa, diadili dan akan diputus majelis hakim, karena kami menganggap bahwa pemberitaan serta tekanan massa yang dilakukan para terdakwa berusaha untuk menggiring opini yang sangat menyudutkan serta tidak seimbang bagi klien kami,” ujarnya.
Untuk itu kami sebagai penasehat hukum saksi korban sangat dirugikan dan menyatakan sebagai berikut:
1. Bahwa telah dibuktikan serta tidak dapat dibantah para terdakwa menyewa tanah orang tua klien kami pada tahun 1992-1999;
2. Bahwa pada tahun 2006 para terdakwa hendak membeli tanah yang disewanya tersebut kepada orang tua klien kami dan sepakat bertemu di notaris yang berkedudukan hukum di Sunter Jakarta Utara namun pada saat sampai di kantor notaris tersebut tanpa melalui pengecekan apapun
menyatakan bahwa tanah tersebut bersengketa dan pemiliknya adalah Megawati Purnomo bukan Koran Purba berdasarkan putusan perdata no: 12/Pdt.G/2000/PN.Bks, sehingga kesepakatan jual beli tersebut dibatalkan sepihak oleh terdakwa dan notarisnya tanpa pengecekan SHM di BPN Kota Bekasi
3. Bahwa atas dasar keterangan notaris tersebut klien kami bersama orang
tuanya mencari kebenaran dengan mengecek putusan perdata tersebut ke Pengadilan Negeri Bekasi dan ternyata benar ada putusan tersebut dan orang tua klien kami dijadikan tergugat 3 dan tergugat 4, namun alamat orang tua klien kami dipalsukan;
4. Bahwa pada tahun 2020 klien kami bertemu dengan saksi Ramin yang menjelaskan bahwa diatas tanah orang tuanya sudah dibangun pabrik kerupuk dan gudang penyimpanan batu bara oleh para terdakwa;
5. Atas dasar kecurigaan tersebut klien kami melaporkan dugaan pemalsuan
yang dilakukan oleh para terdakwa bukan tanpa alasan melainkan terdakwa merupakan sekongkolan Mafia Tanah dan percis melakukan tindakan-tindakan pemalsuan sama seperti dengan keluarga Sulindro CS;
6. Bahwa pada saat pemeriksaan di Kepolisian serta pengembalian batas yang dilakukan oleh kepolisian Para melakukan hal yang sama seperti dengan saat ini yaitu menggunakan kekuatan massa untuk menghalangi proses pemeriksaan di Kepolisian tersebut, dan hal itu dilakukan hingga saat ini di setiap proses persidangan selalu mengandalkan kekuatan massa untuk menggiring opini, seolah-olah para terdakwa adalah pihak yang benar dan tersakiti;
7. Bahwa inti dari permasalahan ini adalah persengkongkolan jahat yang dilakukan para terdakwa untuk mengambil tanah milik orang tua klien kami dengan cara Pemalsuan Surat [Mafia tanah] lalu dibangun gudang
penyimpanan batu-bara dan pabrik kerupuk agar seolah olah pembeli bererikat baik padahal sampai sekarang penjual tanahnya tidak pernah bisa ditampilkan oleh para terdakwa dan perlu di ingat bahwa bukti yang tak terbantahkan yaitu surat sewa menyewa antara Terdakwa dengan Koran Purba ditanah yang diterbitkan sertifikat oleh Terdakwa, jelas Para terdakwa menyewa tanah tersebut dari Koran Purba sebagai pemilik (orang tua dari klien kami), sejak tahun 1992-1999 dan Memohon penerbitan SHM di tanah tersebut, pada tahun 1998 dan 1999.
Pada saat masa sewa masih berlangsung artinya dugaan pemalsuan surat tersebut terjadi dan dilakukan oleh para tergugat ketika sewa tanah dengan Koran Purba belum berakhir, apakah peristiwa tersebut dapat dikatakan perdata atau administrasi jadi bukan seperti opini yang dibangun oleh kuasa hukum terdakwa yaitu dengan alasan hukum pembeli ber etika baik lah, lalu kuasanya bilang daluarsalah, perdatalah, administrasilah dll.
8. Bahwa para terdakwa mendalilkan tanah tersebut beli tetapi tidak dapat membuktikan beli dari siapa, padahal jelas diakui oleh para terdakwa dipersidangan bahwa benar para terdakwa menyewa tanah dari orang tua klien kami, sehingga nampak jelas niat jahat telah terbukti.
9. Kasus ini menarik, ada kisah mengenai Badu yang menyewa tanah lalu Badu mengakui bahwa tanah tersebut adalah tanah miliknya karena BADU telah menerbitkan surat kepemilikan atas namanya di tanah tersebut tanpa diketahui pemilik tanah, saat sewa masih berlangsung, lalu oleh Badu tanah tersebut dijaminkan kepada pihak ketiga/Bank untuk pencairan pinjaman. Pertanyaannya, apakah perbuatan Badu tersebut melanggar hukum? Apakah perbuatan Badu bukan merupakan tindak pidana?
10. Bahwa kami sebagai penasehat hukum mengapresiasi pihak kepolisian dan kejaksaan dalam hal ini telah melakukan tindakan- tindakan hukum yang terukur untuk membela kepentingan rakyat yang dirugikan haknya serta tidak takut dalam tekanan massa.
11.Dan sebagai penutup kami masih meyakini hal yang sama pula bahwa Pengadilan Negeri Kota Bekasi sebagai lembaga peradilan yang memiliki kekuasaan kehakiman yang utuh, tidak dapat ditekan, tidak dapat diintervensi serta masih mampu memberikan putusan yang seadil-adilnya,
“Jadi ini merupakan sebuah tantangan untuk majelis hakim, apakah berani menegakkan hukum atau kalah dengan intervensi, serta apakah palu sidang tersebut masih kokoh atau sudah lapuk,” tutup Andriyan.
Sule