Reportika.co.id || Kota Bekasi – Suatu adegan dramatis terjadi di Pengadilan Negeri Kota Bekasi saat seorang pihak tergugat, Yusni, yang lahannya di kawasan Kemang Sari, Jatibening, Pondok Gede, Kota Bekasi, tengah dimohonkan untuk eksekusi oleh pihak penggugat bernama Ermi Watu.
Pihak tergugat, Rabu (3/4/2024) menggeruduk ruang mediasi Pengadilan Negeri Kota Bekasi, untuk mendesak pihak pengadilan membatalkan rencana eksekusi lahan milik tergugat.
Ironisnya perseteruan antara tergugat bernama Yusni, dengan pihak penggugat bernama Ermi Wati masih ada hubungan darah. Keduanya merupakan adik dan Kaka yang berebut lahan seluas kurang lebih 300 meter persegi hasil pembelian berdua. Dan tergugat secara sah memiliki bukti otentik berupa Akta Jual Beli (AJB) yang bernomor nomor AJB 271/S/JTA/2001 tertanggal 3 April 2001.
Melalui Kuasa Hukumnya, Roy Alexander, Tergugat menyatakan menolak permohonan eksekusi dari pihak penggugat dengan tegas untuk mengosongkan lahan yang merupakan milik kliennya.
“Kami menolak permohonan karena kami (klien) memilki akte jual beli (AJB). Perlu diketahui akte jual beli adalah akta otentik yang dibuat oleh pejabat berwenang. Dan faktanya akta otentik milik klien dikalahkan dengan akta dibawah tangan. Ini bagaimana keadilan bisa begini,” tegas Roy didepan para awak media di Pengadilan Negeri Kota Bekasi.
Lebih jauh dikatakan Roy, bahwa dipastikan kliennya adalah korban. ” Klien kami korban dari keadilan. Dan saya menilai lonceng kematian keadilan, ini menambah lonceng kematian keadilan di Indonesia,” jelas Roy lagi.
Roy menilai proses pengadilan ini sangat janggal. Dirinya khawatir jika seseorang memiliki haknya dan harta dengan dokumen otentik kemudian digugat dan dikalahkan.
“Ini kan mencederai rasa keadilan sistim hukum kita. Sehingga jangan sampai ada korban seperti begini lagi. Akta itu kan dibuat oleh pejabat dan sudah sesuai dengan UU,” jelas Roy.
Sementara itu Tergugat, Yusni, kepada awak media juga turut menceritakan bahwa lahan tersebut awalnya merupakan dibeli secara bersama pada tahun 1994.
Lanjut Yusni, saat itu didirikanlah usaha furniture bersama, namun tiga bulan kemudian tidak ada kesepahaman antara dirinya dengan sang kakak Ermi Wati.
“Atas ketidaksepahaman saya tawarkan untuk membayar tanah haknya setengah lagi yang tadinya keseluruhan 30juta, saya kembalikan uang Ermi setengahnya 15juta. Nah di tahun 2001 saya buatlah AJB ke notaris atas nama saya. Dan sejak 1994 lahan ini sudah punya saya, saya juga menguasai fisiknya,” beber Yusni.
Yusni menegaskan tidak akan rela untuk dieksekusi. Hal menurutnya dirinya menduduki lahan tersebut sudah berdasar AJB yang sah.
“Ermi dan olis ini surat dibawah tangan, dan saya meragukan keabsahannya. Masa saya digugat menggunakan surat dibawah tangan dokumennya,” imbuh Yusni.
Para tergugat ini berharap, para penegak hukum membuka kembali mata dengan hati nurani.
Sule