Reportika.co.id || Langkat, Sumut – Senin, 22 Juli 2024. Dilakukan Pra Peradilan Di Pengadilan Negari Stabat menuai pertanyaan pemohon terhadap Termohon yaitu Polres Kabupaten Langkat yang tidak hadir dalam Prapradilan.
Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 82 ayat (1) UU No 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU No 35 Tahun 2014 Tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak oleh Satuan Reskrim Polres Langkat dengan nomor SP.Tap/244/VI/Res.1.24/2024/Reskrim, tanggal 28 Juni 2024, diduga tidak memiliki alat bukti permulaan yang cukup, bahkan Pemohon melalui Penasehat Hukumnya meminta untuk ditunjukkan alat bukti Visum et Repertum, sesuai dengan Pasal 133 KUHAP sebagai alat bukti, tidak pernah ditunjukkan dan diberikan kepada Pemohon, dengan logika hukum bahwa Pemohon sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka berhak untuk melihat alat bukti yang menyebabkannya menjadi tersangka.
Penasehat Hukum Dr. Adv. Abdul Halim Nasution,S.Ag, SH. MH sebagai pemohon mengatakan sangat kecewa kepada Termohon yaitu Polres Kabupaten Langkat yang tidak hadir disidang Pra Peradilan.
“Yang mana kami sebagai Pemohon sangat kecewa atas tidak kehadiran Polres Kabupaten Langkat yang kami anggap tidak profesional sebagai Aparatur Hukum Negara dan ketidak hadiran Polres Kabupaten Langkat maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 82 ayat (1) UU No 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU No 35 Tahun 2014 Tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak oleh Satuan Reskrim Polres Langkat,” Ungkap Kuasa Hukum.
Rania