Reportika.co.id || Palu, Sulteng – Dellsendir salah Seorang Pendiri Surat Kabar Mitra Sulteng, sangat menyangkan sikap prilaku bentuk pelayanan seorang kadis.
Ironisnya Menurut Dell belum lama ini sikap tidak terpuji dan bukan aturan yang ditetapkan dilakukan oleh pejabat Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Palu, Abdul Salam, S.Ag, prilakunya jelas arogan inrimidasi lalu menghina bahkan mengusir seorang Tamu yang saat itu sedang mendampingi salah seorang korban akibat Ketidakjelasan perusahaan terhadap hak paten yang diterima oleh setiap karyawan, pasal nya wartawan/Ti kena semprot apalagi sesumbar ucapan tak sepadan kode etik pemimpin dalam memberikan pelayanan terhadap warga, saat itu seorang awak media sedang menjalankan tugas jurnalistik.
Sebagai insan pers berharap agar Gubernur maupun Walikota sesegera mungkin melakukan inpeksi dan membuat mufakat agar solusi mengantisipasi setiap Pimpinan yang ditempatkan disetiap subtansi sesuai dengan Sumpa jabatan yang di taati, bukan sewena tidak menghargai kode etik lembaga lain. Apalagi yang mengemban fungsi tugas mitra kerja pemerintah, mestinya setiap pemimpin berkiblat pada amanah presiden prabowo subianto. Bahwa setiap pemipin bekerja untuk rakyat melayani dan bahkan memberi pemberdayaan. Bukan malah nyelene asal bentak seperti yang dilakukan terhadap seorang wartawan.
Alangka bijaknya dan dijadikan regerensi oleh setiap pimpinan instansi yang ada di propinsi sulawesi tengah dapat bercermin dari cara laku sikap gubernur maupun Walikota serta sejumlah Bupati yang tersebar di seluruh Kabupaten se-Sulteng, sikap terpuji menerima serta melayani para tamu maupun terhadap masyarakat yang menjadi tamu, bukan seperti yang dilakoni Kadisnakertrans Kota Palu.
Berikut kejadianya, Wartawati bernama Ruth Sanaya di salah satu media lokal di Sulawesi Tengah, mendapat perlakuan kasar saat mendampingi seorang pekerja perempuan bernama Gita Nofebriani, karyawan PT. Surya Tadulako Sejahtera (Martinizing Dry Cleaning), dalam proses mediasi di Disnaker Palu.
Menurut Ruth, dirinya dimaki disebut “bodok” (bodoh) oleh Abdul Salam lalu dipaksa meninggalkan ruangan, salam berdalil “wartawan bukan advokat”. Letak kesalahan ruth sangat tidak bersentuhan dengan fungsi advokat namun mendampingi guna
Sebagai pendampingan moral serta wujud kontrol publik atas proses mediasi ketenagakerjaan yang telah berlangsung sebanyak tiga kali tanpa kejelasan.
Tentu saja perlakuan sang kadis bertentangan dengan UU nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers, Secara tidak langsung kadis telah mengahmbat dan mengahalagi awak media untuk mendapatkan informasi yang sesunggunya dengan alibi sang kadis memaki lebih awal sehingga ruth tidak bisa mendapatkan informasi
“Kami datang untuk meminta kejelasan soal surat bipartit/tripartit, bukan bikin keributan,” Tutur Ruth.
justru bukan mendapat jawaban malah diusir dan dihina, Kalau pejabat tidak paham fungsi pers, bagaimana mungkin Disnaker bisa melindungi pekerja?,” tegas Ruth, usai kejadian.
Pernyataan dan tindakan Abdul Salam dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang menegaskan bahwa wartawan berhak melakukan kegiatan jurnalistik, termasuk mendampingi masyarakat yang membutuhkan perhatian publik.
Peristiwa ini langsung memicu reaksi dari masyarakat sipil, aktivis buruh, dan komunitas jurnalis. Mereka mendesak Wali Kota Palu dan Gubernur Sulawesi Tengah untuk menindak tegas arogansi birokrasi yang mencoreng citra pelayanan publik.
“Seorang pejabat publik semestinya memahami pentingnya kolaborasi dengan media sebagai kontrol sosial. Ini bukan hanya soal penghinaan terhadap wartawati, tapi juga bentuk pembungkaman terhadap fungsi pers dan pembelaan terhadap pekerja,” ujar salah satu perwakilan LSM perempuan di Palu dan pemi.pin bekerja untuk rakyat bukan menapik kenyataan mengelak dari pertanyaan rakayat wartawan dan wartawati juga rakyat yang sama mendapatkan pelaayanan publik.
Kasus ini pun menjadi sorotan, mengingat peran wartawan dan terutama wartawati semakin krusial dalam mengangkat suara kelompok rentan seperti buruh perempuan. Tindakan intimidatif terhadap pers tidak hanya mencederai kebebasan berekspresi, tetapi juga merusak upaya perlindungan hak-hak pekerja di daerah.
Darman