Reportika.co.id || Jakarta – Perjuangan panjang dalam merebut kembali hak tanah milik keluarga sang maestro Ozzy Sulaiman Sudiro dedengkot jurnalis yang juga pelaku sejarah Majelis Pers dan Ketua Umum KWRI akhirnya mulai memetik hasil. Hal itu dikatakannya melalui pesan tertulisnya, Selasa (2/7/2024).
Dia menjelaskan bahwa berdasarkan fakta otentik, tanah di Jalan Daan Mogot Km 14 Jakarta Barat, sudah dibeli oleh keluarga Ozzy Sulaiman Sudiro. Jadi, hak pengolahan atas tanah seluas sekitar 6,2 Ha itu telah diover-alihkan atau dilepaskan kepada Muchtar A.W., keluarga Ozzy, pada 9 Agustus 1972, dengan bukti atas 9 surat girik adat Dalih Cs dan Kwitansi pembayaran di atas materai yang cukup.
“Muchtar AW adalah masih keluarga. Saya didaulat untuk ngurus surat 9 Girik itu terdiri dari 66.200 m2 yang terletak di Jl. Daan Mogot Km 14. Beliau ini eks pegawai Deppen, beli dari keluarga Dalih bin Kecil (Cs). Dibeli 1972, “tulis Ozzy kepada wartawan, Selasa (2/7/2024).
Lebih lanjut Ozzy juga mengungkapkan kala itu, tanah tersebut awalnya mau dibeli oleh PN Pertamina melalui PT Sussam sebagai perpajangan, namun kandas dan batal dibeli, akhirnya tetap tanah itu dijaga dengan patok-patok sampai lama sekali. Hingga dirahun 2016.
“Setelah ada pelepasan dari ayah di tahun 2016 lalu, baru saya urus, tanah itu masih kosong. Selama ini digarap oleh Dalih Cs itu, “tegas Ozzy.
Menurutnya, tanah itu selama ini aman-aman saja, karena secara fisik masih dikuasai oleh Dalih Cs. “Saya tingkatkan jadi Sertifikat. Girik ini tercatat (9 girik). Akhirnya lama-lama saya tahu disini ada yang klaim, ternyata yang klaim itu dari Pertamina. Akhirnya saya cari tahu. Sehingga, saya stag lagi 2016, akhirnya saya tanya, ternyata Pertamina sedang dilaporin oleh yang mengatasnamakan keluarga Lie swan Nio,” ujarnya.
Setelah dipelajari lebih jauh lagi melalui data dan berkas yang ada, Ozzy Sudiro baru mengetahui jika atas tanah Daan Mogot Km 14 itu telah diperjual-belikan oleh “mafia tanah, meski yang menguasai Girik atau Letter C itu adalah Dalih Cs.
Berdasar data yang ada, kata Ozzy status tanah ini awalnya yaitu tanah Adat (Pertanian Ulayat terhadap hak perorangan/masyarakat). Jenis Alas Kepemilikan/Penguasaan hak atas tanah yaitu Girik /Letter C sebelum berlakunya PP 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Kepemilikan tanah pemilik awal atas tanah adalah Thie Tjoe Nio (WNA – Tionghoa) alas hak Girik/Letter C Nomor 148 seluas sekitar 6,2 Ha.
Pada tanggal 15 Agustus 1941 seluruh tanah tersebut di atas dijual kepada Lie Wie Sie (WNA – Tionghoa) Pemegang alas hak Girik/Letter C Nomor 859. Kemudian tanggal 24 September 1960, Terbit UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pada 8 November 1960, Tanah oleh Lie Wie Sie diwariskan kepada dua orang anaknya: Lie Lai Nio (WNA – Tionghoa) dan Lie Sun Nio (WNA – Tionghoa). Lie Lai Nio mendapat warisan seluas 16.330 m2. Sedangkan Lie Sun Nio seluas 8.320 m2.
Bahwa berdasarkan UUPA Nomor 5 tahun 1960 yang disahkan dan diundangkan 24 September 1960 Pasal 9 ayat 1 bahwa “Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa ..dst”.
Di ayat 2: “tiap-tiap Warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun Wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah…dst”. Pasal 2 ayat 1 “hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik”.
Dengan demikian, lanjut Ozzy Sudiro, sesuai dengan Ayat 2, orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan.
Demikian pula Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaranya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraannya itu.
“Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung, “jelas Ozzy.
Karena hak milik tersebut tidak dilepaskan selama jangka waktu satu tahun oleh Lie Lai Nio dan Lie Sun Nio, maka terhitung sejak 10 November 1961 status tanah Jalan Daan Mogot Km 14 menjadi tanah negara, yang mana hal ini dapat dubuktikan dengan surat jawaban Kelurahan Cengkareng Barat Nomer: 252/1.711.1 tanggal 17 Mei 2021 yang ditandatangani oleh Raden Ilham Agustian Lesmana, S.IP, Lurah Cengkareng Barat.
Bahwa perihal: Jawaban Surat Permohonan Informasi Girik C Nomer 1198 atas nama Lie Thay Nio dan Girik C Nomer 1199 atas nama Lie Swan Nio yang ditujukan kepada Napal Januar Sembiring yang isinya sebagai berikut:
Menindaklanjuti surat Saudara Nomer 11/NJSP/V/2021, tanggal 10 Mei 2021 Perihal Permohonan Informasi Girik C Nomer 1198 atas nama Lie Thay Nio dan Girik C Nomer 1199 Atas nama Lie Swan Nio apakah benar terdaftar dan tercatat di buku Letter C Kelurahan Cengkareng Barat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
“Berdasarkan Surat Kelurahan Cengkareng Barat Nomer 131/1.711 tanggal 07 Mei 2014 yang ditandatangani dan stempel, dan setelah kami lakukan pengecekan terhadap uku Catatan Daftar C, Kelurahan Cengkareng Barat bahwa Girik C Nomer 1198 tercatat atas nama Lie Thay Nio, namun terdapat coretan yang kami tidak memahami dan mengetahui arti dan maksudnya, “paparnya.
Lebih rinci, Raden Ilham Lurah Cengkareng Barat saat itu membeberkan adanya data kepemilikan serta peralihan hak yang tidak tercatat di dalam buku Catatan Daftar C, “maka itu diluar sepengetahuan kami ya, kami pun tidak mengetahui tentang lokasi dan obyek tanah yang dimaksud, “jelas Raden Ilham Agustian Lesmana, kala itu.
Menyikapi persoalan tersebut, disini Ozzy Sudiro mencatat dalam pembuktiannya bahwa benar atas Girik C Nomer 1198 dan Girik C Nomer 1199 sudah dihapus atau gugur karena Undang-Undang yang berlaku, maknanya dalam Girik tersebut sudah dicoret sesuai dengan data Kelurahan,” tegas Ozzy Sudiro.
Red
FWJI