Reportika.co.id || Lamongan, Jatim – Menindak lanjuti pemberitaan sebelumnya tentang pengaduan dan pelaporan dari masyarakat ke pihak Kejaksaan Negeri Lamongan.
Terkait ketimpangan dan penyimpangan di dalam Pelaksanan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) Yang Disalahgunakan Oleh Oknum Kades untuk meraup keuntungan pribadi.
Diduga kuat adanya pungutan liar (Pungli) pada pelaksanaan Program PTSL yang ada di Desa Bogobabadan Kecamatan Karang Binangun Kabupaten Lamongan.
Kepala Kejaksaan Negeri Lamongan Dyah Ambarwati saat dihubungi via WhatsApp terkait laporan warga tersebut, langsung mengarahkan permasalahan tersebut ke Kasie Intel.
“Langsung ke pak Kasie Intel ya Pak,” Balas Kajari Kepada Reportika via WhatsApp.
Ketika warga Bogobabadan mengunjungi Kasie Intel Kejaksaan Negeri Lamongan Condro Maharanto, mengatakan jika dirinya sudah memanggil yang bersangkutan (Kades Bogobabadan_red).
“Saya sudah panggil pak, dan saya sudah menerjunkan team untuk croscek ke lapangan. bahwasanya tidak di temukan adanya pungli karena itu sesuai dengan perbup dan SKB 3 Menteri,” sangkal Kasie Intel kepada awak media.
“Sekalian ini akan di jelaskan oleh staf kasi Pidsus (Rimin), waktu dipanggil oleh Kasie Intel untuk menjelaskan permasalahan tersebut, namun keterangan yang diberikan oleh Staf Pidsus tersebut terkesan berbelit-belit, diduga ada pembelaan kepada terlapor, dan tidak gamblang,” Kata Atho selalu pembuat laporan.
“Jangan-jangan sudah ada main mata di belakang, Antara Pihak tersebut dengan oknum Kades, kok setiap di tanya tentang permasalahan ini kok berbelit-belit kesannya,” Tambahnya.
“Waktu kami minta keterangan dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) Ghoib diruangan Kasie Intel Kejaksaan, waktu di datangkan untuk di mintai keterangan oleh wartawan,” Katanya lagi.
“Beliau menjelaskan bahwa waktu sosialisasi BPN, APH, beliaunya tidak mengatakan juga tidak menganjurkan tentang biaya Rp.800 ribu, itu. Dan biaya tersebut ditentukan oleh Kades dan panitia tanpa sepengetahuan pihak BPN,” Kata Atho menjelaskan pertemuannya dengan Pegawai BPN Tersebut.
Menurut Atho, Seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) Seharusnya mengutamakan pencegahan dari pada harus menangkap para koruptor.
“Saya sayangkan, seharusnya kalau sewaktu sosialisasi melibatkan APH, harusnya ada pencegahan donk, karena waktu sosialisasi tidak menjelaskan biaya sebesar itu. Apalagi diambil melebihi batas kewajaran itu jelas jelas pungli mas,” Tambahnya
“Dan saya minta, jika adanya laporan dari masyarakat itu hasilnya harus dibuka, itu wewenangnya aparat penegak hukum untuk menindak lanjuti laporan masyarakat, jika ditemukan unsur pidananya dan di dasari bukti-bukti yang kongkrit biar aparat penegak hukum yang menindak tentang perkara itu,” terangnya ke awak media di hadapan kasi intel condro maharanto, SH, Beserta staf pidsus Rimin.
D. Sugiarto, ST Aktivis Pemerhati Kebijakan Pemerintah mendorong Kejaksaan Negeri Lamongan untuk bersinergi dengan masyarakat dalam hal pencegahan dan penegakkan tindak pidana korupsi.
“Sebagai masyarakat saya berharap adanya sinergitas antara APH dan masyarakat, dalam hal ini Kajari Lamongan, agar berani terbuka dalam menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat,” Katanya.
“Ini menjadi bekal, dimana peran masyarakat itu sangatlah penting dalam pencegahan korupsi di Indonesia, dan khusus untuk Kejaksaan Negeri Lamongan, jika perkara laporan masyarakat, dan masyarakat mau tau perkembangannya, suatu kewajaran, dan kalau tidak di buka kepada masyarakat, dikhawatirkan akan berpengaruh kepada kepercayaan masyarakat terhadap APH, akan menjadi pudar,” Tambahnya.
“Saya kira Kajari Lamongan harus melakukan evaluasi terhadap hak tau masyarakat, karena hal itu dilindungi oleh undang-undang, seperti tertera pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP),” Tutupnya.
Red