Reportika.co.id || Kabupaten Bekasi –
Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air ( P3 TGAI ) yang sedang dikerjakan oleh Kelompok Tani ( Poktan ) Mandiri, berlokasi di Kampung.Sayuran, Kelurahan Kertasari, Kabupaten Bekasi, di duga dalam pekerjaannya asal jadi dan buruk mutu.
Hal ini dijumpai ketika team media melakukan penelusuran kelokasi dan menemukan adanya ke janggalan bahan material pasir yang bercampur limbah batu bara dan pekerjanya tidak pakai K-3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Selain itu disinyalir pekerjaannya tidak sesuai spek dan buruk mutu, bangunan fisiknya dikerjakan oleh pelaksana Swakelola Poktan Berdikari dengan sistem borong, bukan secara swakelola.
Pekerjaan saluran air P3-TGAI mendapat tanggapan dari salah satu masyarakat Pebayuran sekaligus pemerhati infrastruktur Napin mengatakan, kepada team Media Online dilokasi kegiatan.
“Saya langsung investigasi kelokasi kegiatan tersebut, saat pengerjaan bangunan fisik yang menggunakan pasir kualitasnya buruk / jelek, berwarna hitam pekat, yang menurut keterangan para pekerja menggunakan pasir limbah batu bara,” jelasnya.
“Selain menggunakan material pasir bermutu jelek, dalam pemasangan batu untuk pondasi sebagai sepatu tidak ada, tidak dilakukanya penggalian hanya batu yang di tancepin ke tanah secara tersusun, boplangnya juga hanya menggunakan bambu belah dan Jelas ini bahwa menurut dugaan bahwa kegiatan tersebut dikerjakan asal-asalan dan hanya ingin meraup keuntungan besar tanpa memperhatikan kualitas dan kuantitas bangunan,” ucap Napin.
“Memang kegiatan ini baru berjalan beberapa hari yang lalu, tetapi jika awalnya saja dikerjakan seperti ini bagai mana nanti selanjutnya bisa jadi amburadul, kasian kepada petani yang sangat mengharapkan pembangunan saluran air irigasi tapi pekerjaannya seperti ini, kalau dalam pengerjaanya asal-asalan tidak akan bisa bertahan lama contohnya di tahun 2022 pekerjaan P3-TGAI sudah ambruk di sebelah yang sekarang lagi di kerjakan, karena pekerjaan tersebut amburadul dan ini sangat di sayangkan ketika pemerintah menggelontorkan anggaran untuk masyarakat petani malah di jadikan ajang bisnis oleh oknum Poktan Berdikari, dan rugi dong uang rakyat sudah keluar besar, tapi tidak bisa menjaga kualitasnya,” jelasnya.
“Saya meminta agar pengawas dan konsultan aktif memberikan arahan dan memonitoring kegiatan tersebut pada saat di lapangan, saya tidak melihat adanya pengawas dan konsultan ketika di lokasi dimana letak tanggung jawab dan ketegasannya kalau pekerjaan tersebut seperti itu, saya duga kalau pekerjaan ini gagal mutu dan saya harap kegiatan ini agar segera diperbaiki bila perlu dibongkar dan ditata ulang,” tegas Napin.
BBWSC (Balai Besar Wilayah Sungai Citarum) melalui Dinas PUPR Provinsi dengan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air dan Irigasi (P3-,TGAI) menggelontorkan anggaran berasal dari APBN senilai Rp.195.000.000; tentunya para petani berharap hasil pekerjaan yang bagus dan baik secara kualitas maupun kuantitas.
(Bemo)