Reportika co.id || Nganjuk, Jawa Timur – Putusan hukum untuk Novi Rahman Hidhayat, bupati nonaktif Nganjuk, sudah inkracht. Pada 6 Februari lalu, Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasinya. Dia harus tetap menjalani hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan plus denda Rp 200 juta.
Novi terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 10 Mei 2021 lalu. Bupati peridoe 2018-2021 itu terseret kasus suap lelang jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk. Saat itu, KPK juga mengamankan barang bukti uang Rp 647 juta. Selain Novi, turut diamankan beberapa kepala desa.
Sejak pria muda itu masuk penjara, Wabup Marhaen Djumadi diangkat sebagai pelaksana tugas (Plt) Bupati Nganjuk. Masa jabatan Novi berakhir pada September 2023 mendatang.
Meski putusan sudah berkekuatan hukum tetap, namun hingga kini Novi belum dilakukan perhentian oleh pemkab dan DPRD Nganjuk secara tetap. Lalu, mengangkat Marhaen sebagai bupati definitif.
Yang jelas, saat ini Novi masih mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II-B Nganjuk. Ditemui Jawa Pos Radar Kediri pada Kamis (23/2), Novi mengaku legawa jabatannya digantikan Marhaen. Bahkan, Novi ingin Marhaen segera menjadi bupati definitif.
Dengan begitu, tidak lagi sebagai plt bupati. “Ya tidak apa-apa Pak Marhaen jadi bupati definitif. Saya sudah ikhlas di sini (Rutan Klas II-B Nganjuk, Red),” ungkap pria yang pernah menjadi santri itu.
Menurut Novi, sesuai aturan Marhaen memang bisa menjadi bupati definitif hingga masa jabatannya berakhir pada September 2023. Setelah itu, dia berharap penjabat (Pj) Bupati Nganjuk tidak berasal dari Pemkab Nganjuk. Namun, sebaiknya dari Pemprov Jatim. Sebab, dia menilai belum ada pejabat pemkab yang mumpuni.
Sayangnya, Novi enggan berkomentar banyak tentang politik di Kabupaten Nganjuk. Dia lebih memilih untuk fokus dengan dunia yang dijalani saat ini. Yaitu, menjadi ustad di Rutan Klas II-B Nganjuk. Novi juga enggan membahas kemungkinan mengajukan peninjauan kembali (PK). Dia sudah ikhlas menerima putusan kasasi MA.
Saat ini, Novi mengaku fokus mengajari narapidana dan tahanan di Rutan Klas II-B Nganjuk membaca Alquran dan mengaji. Setidaknya, ada sekitar 280 warga binaan yang dianggapnya sebagai santri.
Sementara itu, Ketua DPRD Nganjuk Tatit Heru Tjahjono mengaku belum bisa menggelar rapat paripurna istimewa dengan agenda pemberhentian Novi sebagai bupati. Sebab, pigaknya menunggu surat balasan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dia menyebut, surat ke Kemendagri sudah dikirim melalui gubernur sejak 8 Februari.
Kemudian, lanjut dia, surat tersebut sudah diterima Kemendagri pada 9 Februari. Seharusnya, surat balasan Kemendagri sudah turun. Sebab, biasanya maksimal dua minggu Kemendagri akan membalas surat dari DPRD. “Ini sudah dua minggu tetapi belum ada surat balasan,” ujarnya.
Karena itu, lanjut Tatit, proses pengangkatan Marhaen menjadi bupati definitif masih belum bisa dilaksanakan. Sebab, Novi masih belum diberhentikan tetap. Artinya, statusnya sebagai bupati nonaktif. “Semoga saja cepat turun surat balasan dari Kemendagri,” harapnya.
Pada Pilkada Nganjuk 2018, pasangan Novi-Marhaen diusung PKB, PDIP dan Partai Hanura. Pasangan itu unggul 54,5 persen dari dua pasangan lainnya. Yakni, padangan Siti Nurhayati-Bimantoro Wiyono (35,12 persen) dan Desy Natalia Widya-Ainul Yakin (10,34 persen).
Di awal pemerintahannya, Novi banyak mendapat apresiasi dan pujian dari sejumlah tokoh dan kalangan. Masih muda, kaya dengan latar belakang pengusaha, dan sejumlah program kerjanya dianggap berbeda dengan kepala daerah lain. Namun, takdir berkendak lain. Sekitar 3 memimpin, Novi harus terjerembab dalam kubangan kasus rasuah.
Sumber : JawaPos
Agus