Reportika || Kab Bekasi – 5 perusahaan pabrikasi resmi di segel oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kelimanya dilaporkan warga karena warga merasa terganggu dengan adanya aktivitas produksi dari pabrik-pabrik tersebut.
Kelima perusahaan tersebut beralamat di Jalan Cimandiri, Perumahan Graha Asri, Jatireja Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi. Selain itu juga kelima perusahaan pabrikasi itu diindikasikan menjadi penyebab pencemaran disekitar permukiman warga.
Ketua Tim Pengaduan dan Sengketa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Nurdin mengatakan, penyegelan tersebut kepada lima badan usaha yang berbentuk Persekutuan Komanditer (CV) dan Perseroan Terbatas (PT).
Lebih lanjut, dari total 14 badan usaha pabrikasi yang diduga melakukan pelanggaran, baru 5 yang disegel oleh Pemkab Bekasi.
“Sebelum dilakukan penghentian produksi DLH telah menyerahkan berita acara sanksi administratif kepada lima perusahaan itu pada Rabu (07/02), lalu dengan dihadiri perwakilan perusahaan,” kata Nurdin di Kantor DLH Kompleks Pemkab Cikarang Pusat, pada Jum’at (16/02/2024).
Nurdin menuturkan, Pemerintah Kabupaten Bekasi sangat mendukung kegiatan usaha yang dijalankan masyarakat. Akan tetapi, jelasnya, usaha tersebut tetap dalam aturan yang sudah ditentukan Undang-Undang yang berlaku.
“Aksi penyegelan sudah kita lakukan dengan diawali laporan aduan warga di Jalan Cimandiri Perumahan Graha Asri Cikarang Timur. Kita segera lakukan pengawasan aksidental kegiatan operasional perusahaan tersebut. Perusahaan ini punya potensi menyebabkan pencemaran lingkungan karena kegiatan produksinya bersinggungan langsung dengan warga,” pungkasnya.
Warga Protes Pabrikasi
Sebelumnya, Warga Perumahan Graha Asri, Desa Jatireja, Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Keluhkan, adanya pabrikasi yang menganggu dilingkungan perumahan tersebut.
Menurut warga RT 02 RW 08, Sukiyanti (40) menjelaskan aktifitas pabrik yang berada dilingkungan dipemukiman warga tersebut beroperasi selama 24 jam setiap hari, pihaknya merasa terganggu lantaran aktifitasnya menimbulkan kebisingan dan serta getaran.
Lebih lanjut, ia menuturkan adanya keberadaan pabriksi yang berdiri diatas bangunan rumah kios (ruki) itu sudah sejak lama dikeluhkan warga bertahun-tahun.
“Menggangu lingkungan, karena ini adalah lingkungan pemukiman bukan lingkungan pabrik, suara kebisingannya dan getarannya, dan ini sudah lebih dari 10 tahun (beroperasi),” kata Sukiyanti pada Minggu, (4/2/2024).
Sementara, Ketua RT 002 Domo mengatakan warga telah melaporkan persoalan tersebut ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi. Sebab diduga kuat aktivitas perbengkelkan yang ada di wilayahnya tidak memiliki dokumen perizinan kegiatan/usaha, termasuk dalam hal pengelolaan limbah, sampah dan sumber lain yang bisa mencemari lingkungan.
“Laporan warga sudah diajukan dari tanggal 18 Oktober 2023 lalu,” kata Domo.
Dari hasil pendataan, sedikitnya terdapat 14 perusahaan yang melakukan kegiatan/usaha perbengkelan di tengah pemukiman warga. Satu perusahaan ada yang membuka lebih dari satu kegiatan/usaha dengan menyulap kios menjadi workshop machining.
“Mereka bukan warga yang berdomisili lingkungan kami dan hanya berusaha disini. Kios yang dibangun pihak pengembang untuk warung dialihfungsikan menjadi workshop atau bengkel pabrikasi,” kata Domo.
Sebelum aktivitas perbengkelan tersebut dilaporkan, tambah Domo, warga telah meminta agar para pelaku usaha memperhatikan hal-hal yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan lingkungan. Sayangnya, permintaan tersebut seolah diabaikan.
“Sampai saat ini mereka masih beroperasi 24 jam setiap harinya. Selain menimbulkan kebisingan, getaran dari mesin stamping juga dikeluhkan warga. Kemudian lalu lintas terganggu dan got saluran air juga pada mampet. Sebagai ketua RT tentu saya wajib memfasilitasi apa yang dikeluhkan warga,” ungkapnya.
Kepala Desa Jatireja, Suwandi membenarkan adanya keluhan dari warga dampak adanya aktivitas perbengkelan di lingkungan RT 002 RW 008. Pihaknya, bahkan sempat memfasilitasi keinginan warga dengan para pelaku usaha yang telah mengalihfungsikan rumah kios menjadi workshop pabrikasi atau machining tersebut, namun diabaikan.
“Jadi memang dengan lingkungan saja, tidak ada guyubnya. Seharusnya kan memang ada kepatutan yang harus dipahami ketika mendirikan usaha di tengah-tengah pemukiman warga karena zonanya memang bukan industri. Disitu lah keluh kesah yang saya terima hingga akhirnya warga bergerak,” kata dia.
Red