Reportika.co.id || Sumut – Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) merupakan salah satu organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di indonesia. Berdiri pada tahun 1947 dan sukses melahirkan tokoh-tokoh serta cendikiawan-cendikiawan muslim di indonesia. Senin (02/10/2023)
Berdirinya HMI tak lepas juga dari peran perempuan yang kala itu juga terlibat dalam proses berdirinya HMI, yaitu Maisaroh Hilal dan Siti Zainab. Dua tokoh perempuan berpengaruh yang kala itu sudah masuk menjadi pengurus HMI dan memberikan kesadaran kepada perempuan bahwa perempuan juga menjadi tokoh penggerak kemajuan bangsa kala itu. Tak lama kemudian hadir sosok Siti Baroroh, Tejaningsih dan Tujimah, sosok pemrakarsa berdirinya Korps HMI Wati ( Kohati ).
Akhirnya Kohati berdiri pada tanggal 17 September 1966 pada Kongres HMI VIII di Solo dengan tujuan “Terbinanya muslimah yang berkualitas insan cita.” Pasca itu mulai timbul lah gerakan – gerakan keperempuanan yang dahulunya sangat minim, setelah itu muncul kohati sebagai palang pintu perubahan bagi kaum perempuan yang pada masa itu termarjinalkan, di pandang rendah karena tugasnya hanya mengurus dapur dan rumah tangga.
Seiring perkembangan zaman masalah keperempuanan semakin kompleks, maka kader HMI Wati dituntut harus memiliki daya kualitas, kapabilitas serta peka dalam merespon masalah keperempuanan sehingga terbentuk watak dan kepribadian yang teguh, memiliki kecerdasan intelektual serta mandiri.
Perempuan sebagai salah satu elemen penting dalam masyarakat harus mampu memainkan peran dalam mewujudkan kehidupan yang berkeadilan. Memperjuangkan kepentingan perempuan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender serta dalam rangka mewujudkan bangsa yang adil dan makmur.
Kohati berperan sebagai pencetak dan pembina muslimah sejati untuk menegakkan, mengembangkan nilai – nilai keislaman dan keindonesiaan. Hadirnya kohati sebagai salah satu organisasi pemberdayaan mahasiswi muslimah. Melakukan pemberdayaan perempuan yang benar-benar mampu menempatkan posisinya sebagai agent of change. Perubahan ditingkatan nalar maupun perubahan praksis menciptakan gerakan yang nyata sehingga dapat menjadi sebuah sinergitas gerakan antara nalar dan perilaku hidup.
Semoga dalam proses perjalanan kohati ke depan, akan terus melahirkan calon generasi bangsa pengawal panji Islam yang tangguh, kokoh dan mandiri melalui dinamika dan proses di organisasi, melalui forum – forum diskusi, forum – forum latihan keperempuanan.
Terakhir, mengutip sebuah makna dari buku perempuan di titik nol. Yaitu “ lelaki tidak tahu nilai seorang perempuan, perempuan itulah yang menentukan nilai dirinya.”
Bahagia HMI
JAYALAH KOHATI
Yakin Usaha Sampai
Hardian Tri Syamsuri
Kader HMI Cabang Medan
(RA)