Reportika.co.id || Mamuju,Sulbar – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat merilis telah menetapkan empat tersangka sekaligus menahan empat tersangka kasus dugaan Alih fungsi lahan hutan Lindung menjadi lokasi pembangunan SPBU di desa Tadui kecamatan Mamuju kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat ( Sulbar).
Kepala Seksi Penerangan hukum ( Penkum) Kejati Sulbar sebagai juru bicara Kejaksaan Tinggi Sulbar, Amiruddin,S.H melalui keterangan tertulisnya menyampaikan, berdasarkan hasil penyidikan Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejati Sulbar, pada hari Kamis tanggal 21 Juli 2022 secara resmi menahan empat (4) tersangka kasus dugaan korupsi pengalihan hak pada hutan lindung di desa Tadui kecamatan Mamuju kota Mamuj
Ke empat tersangka ditahan itu, masing- masing, (1). Berinisial ADH sebagai pemilik SPBU di desa Tadui kecamatan Mamuju Kabupaten Mamuju, (2).HN adalah mantan kepala BPN Mamuju, (3) inisial MN adalah staf kantor BPN Mamuju sekarang menjabat kepala kantor BPN Majene, dan (4) mantan Kades Tadui, inisial SB.
Ke empat tersangka kasus Tipikor itu ditahan di Rutan Mamuju selama 20 kedepan, berdasarkan Surat Perintah Penahanan oleh penyidik Kataji Sulbar, Nomor : PRINT- 497/P.6/ Fd.2/ 07/2022, PRINT- 498/P.6/ Fd.2/07/2022, PRINT- 499, tanggal 21 Juli 2022, mereka ditahan di rumah tahanan ( Rutan) kelas II B Mamuju, mulai hari ini Kamis tanggal 22 Juli 2022, selama 20 hari kedepan.
Penahanan para tersangka itu, dilakukan dengan pertimbangan alasan obyektif, yakni pasal disangkakan kepada para tersangka adalah pasal dengan ancaman hukuman diatas lima (5) tahun keatas penjara Vide pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP.
Sedangkan alasan subyektifnya, adanya kekhawatiran bahwa tersangka melarikan diri dan merusak atau menghilangkan barang bukti serta mempengaruhi saksi lainnya.
Pada tahun 2016, inisial ADH membeli lahan dalam kawasan Hutan Lindung, yang terletak di desa Tadui kecamatan Mamuju dengan maksud akan membangun usaha Stasiun Pengisian Banan Bakar Minyak ( SPBU).
Atas perintah ADH, Kades Tadui, yang ketika itu adalah SB memberikan sporadik yang statusnya dicantumkan sebagai Tanah Negara Bebas.Padahal diketahui lokasi itu adalah lahan kawasan hutan lindung.
Berdasarkan sporadik tersebut, ADH mengajukan permohonan penerbitan sertifikat kepada Kepala kantor BPN Mamuju, inisial MN dan selanjutnya TIM A ( pemeriksa tanah) untuk mengadakan penelitian dan pengkajian mengenai status tanah, apakah masuk dalam kawasan hujan lindung atau tidak, padahal MN mengetahui bahwa yang dapat menggugurkan permohonan untuk menerbitkan sertifikat tanah adalah salah satunya merupakan kawasan hutan lindung.
Berdasarkan rekomendasi TIM A, Kepalan kantor BPN Mamuju, MN menyetujui penerbitan sertifikat atas kepemilikan ADH, tanpa koordinasi atau meminta informasi dari dinas Kehutanan atau instansi berwenang lainnya dan selanjutnya pada tanggal 23 Maret 2017, penerbitan SHM Nomor 611 seluas 10.370 meter persegi, atas nama istri tersangka ADH berinisial IP pada tahun 2019.
Diatas lahan, SHM Nomor 611 tersebut, tersangka ADH membangun SPBU dan ADH mendapatkan kepastian informasi tentang kawasan hutan lindung dari Notaris, tetapi tersangka ADH sampai saat ini tidak menggubris adanya pengeluaran luasan tersebut, SPBU tetap dibangun dan dikelola hingga saat ini, bahkan diatas lahan tersebut juga dibangun fasilitas pendukung diatas lahan itu, seperti rumah makan, Indomaret kemudian Indomaret dan mini market disewakan.
Atas penguasaan lahan kawasan hutan lindung tersebut menurut jaksa penyidik, negara dirugikan sebesar Rp 2.817.137.263.
Pasal disangkakan menurut Amiruddin, yakni pasal 2 ayat (1) Subs pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2020 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jon pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
(Andira)