Bupati Limapuluh Kota Kirim Usulan Istri dan Anak Jadi PHD Abidin 2023

Reportika.co.id || Limapuluh Kota, Sumbar – Lagi dan lagi Bupati Limapuluh Kota membuat kebijakan “babagi gadang ka awak”.

 

Perihal usulan tersebut terkonfirmasi setelah beredar luas sebuah dokumen dengan Kepala Surat Gubernur Sumetera Barat dengan Nomor : 451/85/Kesra-2023, tanggal 14 Maret 2023, Perihal : Calon PHD yang Lulus seleksi. Tujuan Surat : Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat.

 

Pada Halaman 2 dokumen tertera bahwa 2 orang usulan PHD (Pendamping Haji Daerah) Kabupaten Limapuluh Kota, sbb:

1. Nevi Zulfia Nasrun (ASN) – Istri Bupati,

2. Doni Ikhlas (Anggota DPRD) – Anak Kandung Bupati.

 

Dalam “hierarki” PHD-ABIDIN (Pendamping/Petugas Haji Daerah-Anggaran Biaya Dinas), biasanya yang berangkat untuk mendampingi Jemaah Haji dari daerah yang bersangkutan adalah Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah), Kalau Bupati (Kada) berhalangan, disposisi biasanya ke Wakil Kepala Daerah (Wakada), Ketua DPRD, Pimpinan DPRD, dan seterusnya.

 

Tapi ajaibnya Bupati Limapuluh Kota, Safarudin Dt.Bandaro Rajo ‘mendobrak” kebiasaan tersebut, Pak Bupati malah mengusulkan “Permaisuri” (Istri) dan sang “Putra Mahkota” (Anak) untuk menjadi PHD ABIDIN tahun 2023 ini, yang bisa saja berpotensi Nepotisme, karena keberangkatan 2 orang PHD-ABIDIN 50 Kota tersebut ditanggung oleh Keuangan daerah c/q Kabag Kesra.

 

Kabag (Kepala Bagian) Kesra (Kesejahteraan Rakyat), Usman ketika dikonfirmasi awak media melalui Nomor HP: 0813-7483-1xxx, sampai berita ini terbit belum memberi jawaban.

 

Kebijakan Bupati Limapuluh Kota yang mengusulkan “kroni” terdekatnya tersebut juga berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 79 tahun 2012, Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji,

Pasal 18,

Ayat 2, berbunyi : “Petugas Haji sebagaimana yang dimaksud ayat (1) terdiri atas Aparatur Kementerian Agama, Kementerian/Instansi terkait, Pemerintah Daerah dan Unsur Masyarakat sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan.”

 

Ayat 7, berbunyi : ” Petugas Haji yang dimaksud ayat (4) dan Ayat (6) harus memenuhi Kompetensi, Pengalaman, Integritas, dan dedikasi yang dilakukan melalui seleksi secara Profesional.”

 

Sedangkan Pasal 19 berbunyi:

“Biaya Operasional Panitia Penyelenggara Ibadah Haji sebagaimana dimaksud pasal 16 ayat (1) dan (3), serta Pasal 18 ayat (3) dan (6) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).”

 

Kebijakan Bupati tentu sedikit banyak akan melukai Calon Jamaah Haji yang harus antri bertahun tahun bahkan ada yang menunggu belasan tahun baru bisa berangkat, sehingga mengundang perhatian tentang kurangnya “sense of crisis” sang Bupati.

 

RH

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *