Reportika.com || Bekasi – Kuasa hukum ahli waris Anton Bin Amen dan Irem Bin Rokayah, Rahman Kholid, SH, MH melaporkan Ketua Pengadilan Agama Cikarang ke Komisi Yudisial, Mahkamah Agung dan Bawas Mahkamah Agung. Laporan ini terkait dengan dugaan terjadinya pelanggaran perundangan-undangan, kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Ketua Pengadilan Agama Cikarang dilaporkan dalam perkara penetapan eksekusi riil atas bidang tanah dengan nomor: 01/Pdt.Eks/2018/PA.Ckr tanggal 14 April 2022 jo. nomor: 01/Pdt.Eks/2018/PA.Ckr tanggal 31 Mei 2018 dan tanggal 02 Februari 2022, yang terletak di Kampung Tembong Gunung, RT 09/RW 05, Desa Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi.
Adapun alasan dari pelaporan itu diantaranya;
Pertama, pemberitahuan pelaksanaan eksekusi rill (pengosongan) tertanggal 27 Juni 2022, adalah pelaksanaan untuk yang ketiga kalinya hal mana pelaksanaan pada tanggal 19 April 2022 (pelaksanaan kedua) telah ditunda pihak Polres Metro Bekasi, karena kekhawatiran dugaan salah objek atas lokasi objek eksekusi yang ditunjuk.
Kedua, Ketua Pengadilan Agama Cikarang sebagai pelaksana utama dari fungsi pengadilan diduga melakukan pelanggaran peraturan perundang – undangan, kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Ketiga, tanah objek eksekusi telah melekat Sertifikat Hak Guna Bangunan I-IGB No. 32/Sukamahi terletak di RT 09/RW 05, Desa Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi.
Keempat, adanya Sertifikat HGB 32/Sukamahi yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi tertanggal 6 April 1999 dan penguasaan fisik objek tanah sebelum para pemohon eksekusi mendalilkan memiliki alas hak AJB No. 438/2000 tertanggal 22 November 2000.
Oleh karenanya jelas dan terang terdapat sengketa hak milik atau sengketa yang harus terlebih dahulu di putus oleh pengadilan umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara, dihubungkan dengan ketentuan UU Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 50 ayat (1) “Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.”
Kelima, pemohon eksekusi mendalilkan memiliki alas hak AJB No. 438/2000 tertanggal 22 November 2000 dan terdapat bukti baru yang kami ketahui bahwasanya alas hak AJB No. 438/2000 yang menjadi dasar gugatan atas perkara Putusan Nomor 0286/Pdt.G/2012/PA.Ckr Nomor 0093/Pdt.G/2015/PA.Ckr jo. 17K/Ag/2017 telah hapus karena menjadi dasar terbitnya AJB Nomor 352/2004 tertanggal 29 April 2004 (peralihan hak dari pemohon eksekusi kepada Haji Sunjaya.
“Pemohon eksekusi pernah membuat Laporan terhadap klien kami yaitu laporan polisi Nomor: LP/1909/lll/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 27 Maret 2019, tentang tindak pidana memasuki pekarangan tanpa izin dan atau penggelapan hak atas barang tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam pasal 167 dan atau 385 KUHP dihentikan dengan alasan tidak ditemukan peristiwa pidana,” terang Kholid yang juga Advokat pada Kantor Hukum Rahman Kholid & Partners.
“Oleh karenanya, jelas dan terang bahwasanya terkait dengan objek sengketa harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan umum/pidana.,” tegas Ketua DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Kabupaten Bekasi.
Keenam, putusan Pengadilan Agama Cikarang Nomor 0286/Pdt.G/2012/PA.Ckr tanggal 4 April 2012, Jo. Putusan Pengadilan Agama Cikarang dalam perkara perlawanan pihak ketiga/Derden Verzet, Nomor 093/Pdt.G/2015/PA.Ckr tanggal 10 Nopember 2015 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung Nomor 0107/Pdt.G/2016/PTA Bdg tanggal 25 April 2016 jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 17 K/Ag/2017 tanggal 27 Maret 2017.
“Tidak ada diktum putusan yang memerintahkan termohon eksekusi mempunyai kewajiban menyerahkan tanah dan menyatakan bahwa pemohon eksekusi adalah pemilik sah atas objek tanah.,” jelas Kholid.
Sule