Berita  

DEM Aceh : Di Mana Janji Alih Kelola Blok Pertamina EP? Menagih Hak Aceh yang Terlambat

Reportika.co.id || Aceh – Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh terus menegaskan pentingnya penyelesaian alih kelola Blok Pertamina EP yang hingga kini belum kunjung tuntas. Di bawah arahan Pemerintah Daerah Aceh, harapan besar muncul agar proses ini segera dipercepat. Faizar Rianda, Presiden DEM Aceh, menyatakan bahwa penundaan yang terjadi telah melampaui batas yang dapat diterima, dengan proses alih kelola yang terhenti di tahap akhir. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2015, Aceh memiliki hak yang jelas untuk mengelola sumber daya alamnya secara mandiri.

 

Sejak dimulainya mediasi pada 2021, alih kelola wilayah kerja Pertamina EP belum mencapai kesepakatan final. Salah satu kendala utama adalah keengganan Pertamina EP untuk menjalankan mekanisme Carve Out, prosedur yang seharusnya memisahkan wilayah kerja sesuai dengan regulasi yang berlaku. Alih-alih, Pertamina EP justru mengusulkan agar Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) digabungkan ke dalam struktur SKK Migas sebuah langkah yang secara jelas bertentangan dengan amanat undang-undang yang mengatur pengelolaan migas di Aceh. Meskipun begitu, setelah berbagai upaya mediasi, BPMA, SKK Migas, dan Pertamina EP berhasil mencapai kesepakatan terkait Term and Condition, yang diharapkan dapat menjadi titik terang bagi proses penyelesaian ini.

 

Keputusan Menteri ESDM No. 257.K/MG.01/MEM.M/2023 yang dikeluarkan pada Mei 2023 seharusnya menjadi titik balik dengan instruksi untuk mengalihkan sebagian wilayah kerja kepada BPMA melalui mekanisme Carve Out. Namun, meskipun aspek teknis telah disepakati dan proposal telah diajukan, keputusan final hingga saat ini masih tertunda, menimbulkan ketidakpastian bagi semua pihak yang terlibat.

 

Situasi ini diperumit lebih lanjut oleh gugatan dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), yang menuntut implementasi alih kelola sesuai dengan PP No. 23 Tahun 2015. YARA mendesak agar kontrak kerja yang melibatkan Pertamina, SKK Migas, dan BPMA segera diselesaikan sebelum tenggat waktu yang ditetapkan pada Desember 2023.

 

Sebagai alternatif, Pertamina EP melalui afiliasinya, PT Pertamina Hulu Energi Aceh Darussalam, mengusulkan pengelolaan wilayah kerja yang lebih kecil. Namun, opsi ini masih memerlukan persetujuan dari BPMA dan SKK Migas. Sementara itu, mediasi terbaru yang dilaksanakan pada Maret 2024 menghasilkan kesepakatan yang diharapkan dapat membawa akhir pada ketidakpastian yang sudah berlangsung lama.

 

Dalam konteks ini, DEM Aceh berharap Pemerintah Daerah Aceh segera menyetujui dan menandatangani kesepakatan alih kelola ini. Penundaan yang terus berlarut-larut tidak hanya menghambat perkembangan sektor energi, tetapi juga merugikan masyarakat Aceh yang berhak mendapatkan manfaat langsung dari pengelolaan sumber daya migas. Semakin lama proses ini tertunda, semakin banyak peluang yang hilang, baik dari segi investasi maupun kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat.

 

Sumber daya migas di lapangan Rantau, Kuala Simpang, dan Peurelak, yang seharusnya sudah di bawah kendali BPMA sesuai PP No. 23 Tahun 2015, hingga kini masih berada dalam ketidakpastian. Lebih parah lagi, aktivitas pengeboran ilegal di wilayah tersebut terus berlangsung, meningkatkan risiko dan kerugian baik dari segi keselamatan maupun potensi pendapatan yang hilang bagi Aceh.

 

Penandatanganan alih kelola ini akan menjadi simbol komitmen pemerintah untuk memperjuangkan hak-hak energi Aceh dan langkah nyata menuju kemandirian energi yang selama ini diperjuangkan. Ini bukan hanya tentang alih kelola, tetapi juga tentang pengakuan terhadap kekhususan yang diberikan kepada Aceh melalui PP No. 23 Tahun 2015, yang harus dihormati dan dijalankan.

 

Sebagai organisasi yang berkomitmen pada kedaulatan energi, DEM Aceh menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak cepat dan bijaksana. Setiap penundaan hanya akan memperbesar kerugian, baik dari segi ekonomi, potensi energi yang terbuang, hingga dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat Aceh. Dengan percepatan alih kelola ini, Aceh akan mampu memanfaatkan sumber daya energi yang dimilikinya untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah dan mandiri.

 

Rania

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *