Pembayaran PBB di Desa Ciasem Baru Diduga Dipungut Biaya Admin

Reportika.co.id || Subang, Jabar – Warga yang memiliki rumah dan tanah, diwajibkan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), hal itu sebagai bentuk ketaatan sebagai warga Negara.

Anehnya, di Desa Ciasem Kabupaten Subang, Jawa Barat pembayaran PBB tersebut tidak hanya membayar pokoknya saja, tetapi ada admin yang harus dibayar oleh warga sebesar Rp. 5000.- (Lima ribu rupiah), untuk satu SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) yang diberikan oleh perangkat Desa atau RT.

Hal itu diungkapkan warga Desa Ciasem Baru berinisial SDT. Menurutnya, sudah selama tiga tahun ini pembayaran PBB di Desa Ciasem baru warga diharuskan membayar Administrasi sebesar Rp.5000.

“Ya dari tiga tahun lalu, emang sih cuma Rp. 5000, tapi kan kalau semua warga yang jumlahnya Ribuan, lumayan juga,” ungkapnya.

“Saya tanya ke Desa yang lain, malah ga ada bayar administrasi katanya,” ujar SDT menjelaskan.

“Kami sih sebagai masyarakat, mau-mau saja, tapi harus jelas uangnya yang Rp. 5000 itu untuk apa?? Dasar aturannya apa,” ungkapnya mempertanyakan.

Sementara, saat Reportika menelusuri terkait administrasi PBB di Desa Ciasem Baru, ternyata dana Rp.5000 yang diminta oleh para penagih PBB termasuk RT tersebut disetorkan kepada salah seorang pengurus Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) bernama Castra.

Saat Ditemui, Castra yang menurut pengakuannya merupakan Sekretaris Bumdes di Desa tersebut, membenarkan adanya administrasi Rp. 5000 yang masuk ke Bumdes.

“Iya betul, itu memang usaha PPOB di Bumdes Ciasem Baru,” tutur Castra.

“Kami kan ada kerjasama dengan BJB (Bank Jabar Banten), Bapenda (Badan Pendapatan Daerah), dan Bumdes Ciasem Baru. Jadi uang Rp. 5000 itu kami di Bumdes hanya terima Rp. 2.500, atau setengah dari jumlah tersebut,” jelas Castra.

“Itu kan lumrah, sekarang masyarakat bayar ke Alfa aja ada adminnya, sama aja,” katanya.

Sementara ketika ditanya terkait aturan yang mengikat seperti Perdes (Peraturan Desa) yang mewajibkan warga membayar Rp. 5000 ke Bumdes tidak ada.

“Gak ada aturannya, itu kan kesepakatan kami dari Bumdes dan BJB,” ujarnya.

Sementara, apa yang termuat dalam PP 43 Tahun 2014 Pasal 132 ayat (3) dan juga Permendesa 4 Tahun 2015 Pasal 9 yang mengatakan fungsi Bumdes sendiri adalah untuk memberikan sumbangsih kemajuan perekonomian Desa.

Termasuk didalamnya, ada penyertaan modal awal yang diambil dari dana Desa yang jumlahnya bervariatif.

Dan Pengertian BUM Desa diatas juga bertentangan dengan apa yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 angka (6) yang menyebutkan bahwa :

Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Jadi jika ada pungutan-pungutan yang tidak pernah disosialisasikan ke masyarakat, dan tanpa ada dasar aturan yang jelas, bisa saja dikategorikan Pungli, atau suatu perbuatan yang diduga hanya untuk memperkaya diri atau kelompok, dan untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok.

Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *