Reportika.co.id || Kota Bekasi – Permasalahan Eksekusi rumah seorang wartawan media online metro dua.com di Kota Bekasi yang mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh PN Kota Bekasi mendapat kritikan oleh Anggota Komisi 1 DPRD Kota Bekasi.
Anggota Komisi 1 DPRD Kota Bekasi, Nico Godjang meminta Komisi Yudisial (KJ) untuk turun langsung mengevaluasi kinerja hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi atas eksekusi pengosongan rumah Lambok Nababan yang diduga cacat hukum.
Nico turut prihatin atas keputusan hukum yang diambil PN Kota Bekasi melalui Jurusita PN dinilainya sangat fatal dan berdampak presendent buruk bagi penegakan hukum di Indonesia khususnya di Kota Bekasi.
“Persoalan salah alamat objek eksekusi bukan hanya persoalan salah ketik semata dan dianggap remeh, karena ini bicara soal hukum yang tidak bisa ditolerir,” kata Nico, Rabu (20/12)2023).
Berdasarkan amar putusan PN Kota Bekasi menyebut obyek eksekusi rumah disebutkan di RT 03/01, No.45, Pengasinan, Rawalumbu tapi kenyataan di lapangan rumah Lambok Nababan di RT 05/01 No.14, Pengasinan, Rawalumbu Kota Bekasi.
“Produk hukum yang dihasilkan PN Kota Bekasi jika ada kesalahan dalam penyebutan alamat seharusnya untuk merubah alamat objek eksekusi, PN melakukan perubahan melalui sebuah keputusan hukum pula, jangan bilang salah ketik, ini fatal sekali bisa berdampak buruk ke depannya bagi penegakkan hukum di Kota Bekasi.
Bahkan menelantarkan pemilik sah, yang memiliki sertifikat yang masih ditangannya. Maka ini tidak manusiawi dan kami berharap agar Pengadilan segera melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan kemudian mencari yang terbaik antara dua belah pihak,” ungkap Nico.
Harapannya, Nico juga meminta Komisi Yudisial harus turun kebawah biar tidak terjadi hal-hal seperti ini kepada masyarakat yang lain. Dan ini cukup yang pertama dan terakhir.
Terlebih dalam eksekusi pengosongan rumah Lambok, wartawan media online metrodua.com tersebut, keberadaan sertifikat SHM masih ditangan Lambok Nababan sebagai pemilik sahnya.
“Maka sangat diherankan kenapa bisa ada sengketa lelang jika pemilik tanah dan bangunan memiliki bukti SHM dan sudah diverifikasi ke BPN Kota Bekasi, sertifikat SHM nya dinyatakan tidak dalam kondisi diblokir atau bersengketa,” ungkapnya.
Lebih lanjutnya ia menjelaskan, apa yang didengar dari kuasa hukum Lambok Nababan, sebelumnya mereka sudah mengajukan surat permohonan penundaan eksekusi tersebut.
“Kuasa hukum sudah mengajukan permohonan untuk di tunda, namun kenyataannya tetap tidak bergeming, pengadilan tetap melakukan eksekusi. Mereka kan manusia, yang tinggal disitu adalah manusia, maaf ya bukan binatang. Sampah saja kalau kita mau buang atau pindahkan, kita (sediakan-red) ada tempatnya,” tegas Nico.
Menurutnya, proses ini harusnya dibicarakan karena ini persoalan rumah tangga antara suami istri yang sedang bertikai yang berujung pada perebutan harta gono gini yang katanya belum dibagi.
Apa lagi,sambung Nico, Lambok Nababan memegang surat sertifikat tidak pernah memutuskan harta gonogini. Tapi pengadilan secara sepihak melakukan eksekusi.
“Pengadilan sebenarnya adalah tempat mencari keadilan namun ternyata bahwa ada masyarakat yang kemudian ditelantarkan hanya karena persoalan ini dan tentunya semua tidak ada yang mau menyalahi aturan,” pungkasnya.
(Sule)