Reportika.co.id || Mojokerto, Jatim Perluasan cakupan kepesertaan BPJS di Kabupaten Mojokerto yang bersumber dari penerima bantuan iuran daerah (PBID) Sangat dipaksakan Hari Rabu Tanggal 30 Agustus 2023.
Buktinya, selain harus mencoret 92.559 kepesertaan, belakangan pemda juga menunggak hutang iuran premi bulanan capai Rp 18 miliar sejak Mei lalu.
Sekdakab Mojokerto Teguh Gunarko mengatakan, pencoretan puluhan ribu kepesertaan BPJS yang dibiayai pemerintah daerah tak lain karena memang keterbatasan anggaran.
Kekuatan APBD 2023 tak mampu mengkover jumlah cakupan kepesertaan sebanyak 140.100 dengan tagihan premi perbulan capai Rp 4 miliar lebih.
’’Memang kembali ke anggaran, kenapa kok sampai ada penonaktifan kepesertaan BPJS itu,’’ ungkapnya.
Pencoretan kepesertaan sebanyak 92 ribu ini tak lain akibat plafon anggaran Rp 27 miliar yang tersedia di dinas kesehatan tidak mampu mencukupi tagihan kepesertaan BPJS sebanyak 140.100 dengan nilai total capai Rp 46 miliar selama 12 bulan.
Sehingga kondisi itu membuat pemda harus berani mengambil kebijakan tersebut.
’’Kalau kita ingin mencukupi semuanya kita harus membayar ke BPJS hampir Rp 43 miliar sampai Rp 46 miliar. Karena anggaran tidak tersedia cukup semuanya, sehingga kita menyesuaikan dengan kemampuan anggaran,’’ paparnya.
Tingginya tagihan premi tiap bulannya capai Rp 4 miliar lebih membuat pemda belakangan juga harus menunggak sebesar Rp 18 miliar kepada BPJS kesehatan. Tunggakan itu terhitung sejak Mei hingga Agustus ini.
’’Tunggakannya sekitar Rp 17-18 miliar, tapi nanti kita tutup dibayar di PAK sampai Desember, sesuai kemampuan anggaran,’’ tegasnya.
Kendati begitu, pemda menyadari dengan pencoretan kepesertaan capai 92 ribu membuat cakupan Universal Health Coverage (UHC) atau Cakupan Kesehatan Semesta minimal 95 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Mojokerto sejak Agustus sampai Desember 2023 tak terpenuhi.
Tingginya penonaktifan ini akhirnya membuat warga penerima bantuan iuran dari Pemkab Mojokerto pun turun drastis hingga 47.541 warga.
’’Tetapi ada satu catatan karena sebelumnya kita sudah UHC, maka status cut off-nya akan berlaku tiga bulan,’’ tegasnya.
Menurutnya, 92.559 warga yang dinonaktifkan per-Agustus ini bisa kembali melakukan reaktivasi kepesertaan BPJS miliknya jika akan dimanfaatkan untuk berobat.
Dengan mekanisme, melaporkan ke puskesmas yang ada di wilayahnya masing-masing agar dikoordinasikan ke layanan BPJS di dinas kesehatan.
’’Yang penting dalam kurun waktu tiga bulan sejak dinonaktifkan, kepesertaannya bisa direaktivasi lagi. Jadi tidak ujug-ujug langsung mati, saat direaktivasi juga tidak ada masa tunggu, langsung bisa dipakai berobat,’’ paparnya.
Sebelumnya, bermunculannya keluhan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan nasional (PBI JKN) di Kabupaten Mojokerto yang tak aktif saat dipakai berobat ikut menjadi sorotan kalangan DPRD.
Ironisnya, penonaktifan KIS yang dilakukan dinas kesehatan belakangan jumlahnya tak sedikit.
Sesuai hearing yang dilakukan komisi IV bersama dinas kesehatan sebelumnya, terungkap jika pencoretan menyasar puluhan ribu peserta yang tersebar di 18 kecamatan.
’’Otomatis, masyarakat langsung kena dampaknya. Buktinya banyak kartu BPJS mendadak tidak aktif saat dipakai berobat,’’ ungkapnya.
Benar saja, penonaktifan massal ini belakangan sudah berdampak kepada masyarakat. Terbaru, dua warga Singowangi, Kecamatan Kutorejo dibuat terkejut dengan BPJS-nya yang tak aktif saat dibuat berobat.
Padahal, keduanya harus segera dapat penangan medis akibat penyakit yang diderita.
’’Dua warga ini bingung karena saat harus rawat inap di rumah sakit, BPJS-nya tiba-tiba nonaktif,’’ ungkap Sekdes Singowangi, Adi Dwi Pada hari Selasa (29/08/2023).
M.amir