Kadus Labota : Kondisi Draenase dan sampah memprihatinkan

Reportika.co.id || Morowali, Sulteng – Desa Labota Kecamatan Bahodopi merupakan salah satu desa yang masuk dalam kawasan perusahaan.

Desa dengan jumlah penduduk yang membludak hampir didominasi warga yang berasal dari luar daerah morowali, keberadaan warga yang begitu padat membuat Pemerintah Desa kewalahan mengatur stabilitas penempatan pemukiman, akibatnya sampah tidak bisa dielakan setiap harinya limbah sampah ditaksir perton bertumpuk dimana mana walaupun penyedian bak sampah sudah disiapkan namun belum bisa menampung banyaknya sampah.

“Bertumpuknya sampah yang dibuang oleh warga bila tempat penampungan sampah belum memadai sampahpun bakal berceceran, Imbas dari tempat penampung yang tidak sesuai kuota sampah seperti yang terlihat saat ini didesa labota sampah berhamburan dimana mana hal itu tidak disangakali, olehnya dengan keberadaan tersebut diharapkan kedepan ada penanganan serius untuk penyediaan penampung sampah yang besar dari instansi atau mitra kerja yang peduli dengan permasalahan sampah yang mampu menyediakan bak sampah yang besar
Lalu ditempatkan dititik-titik tertentu sehingga sampah tidak lagi berserahkan dipingiran jalan maupun drainase. Dengan begitu sampahpun terakomodir dengan baik. itulah yang menjadi kendala bagi kami pemdes Labota belum ada bak sampah yang memadai,” Ungkap Kepala Dusun Satu Labota Nasir

Menurutnya. Berbicara masalah sampah kontribusi yang dikeluarkan pemdes labota selama 1 bulan membayar admisnistrasi pendisitribusian sampah ke Desa bahomakmur senilai 20 juta per unit untuk gaji pekerja sampah sedangkan di Desa labota 2 unit yang beroperasi saat ini.

“Berarti untuk 2 unit nya perbulan pemdes mengeluarkan biaya pembayaran gaji pekerja senilai 40 juta ditambah administrasi pembayaran Tempat pembuangan sampah milik pribadi pemerintah desa bahomakmur 18 juta diluar dari biaya operasional, BBM, kerusakan kendaraan dan lainya.
Nasir mengakui walaupun puluhan juta yang dikeluarkan Pemdes Penanganan sampah belum optimal, apalagu armada pengakut sampah masih kurang. Jikapun nantinya ada ketambahan armada yang menjadi pertanyaan dari mana sumbar tambahan gaji untuk pekerja.

Bila diambil dari hasil penagihan setiap bulan yang dibebankan kewarga kemungkinan bakal tidak cukup. Sekarang saja belum maksimal pembayaran dari warga selalu kurang walaupun ketetapan Pemdes sudah diberlakukan angsuran pembayaran sampah seperti yang terinci. Kos Perkamar Rp. 15.000. Kios 50.000 Rumah Pribadi Rp. 30.000.

“Hasilnya Pun belum cukup membayar gaji pekerja dan kewajiban lain yang menyangkut sampah. Imbasnya bila ada kekurangan maka Kades yang nombok untuk menalangi. Untuk itu perlu solusi dan kebijakan dari instansi terkait atau dari pemerhati sampah yang mau meringankan beban pemdes terhadap permasalahan sampah,” Cetusnya

Selanjutnya, yang kedua kata Nasir Selain dari sampah Draenase di Desa Labota perlu mendapat penanganan serius dari instansi terkait seperti draenase yang berada bagian badan jalan Trans, akan menjadi pertanyaan bila pemerintah Desa yang memperbaiki atau mengerjakan sedangan perbaikan atau penaganannya adalah wilayah kerja propinsi demikian pula jalan sarana umum Desa ( jalan Desa) tentu dinas terkait yang mempunyai tanggung jawab membenahinya, dikuatirkan bila Pemerintah Desa yang mengerjakan akan mendapat teguran.

“Selaku Kepala Dusun bukan mengeluh tetapi menginginkan draenase yang berada di Desa labota tepatnya dipingiran jalan pemukiman warga mendapat penanganan serius oleh instansi terkait,” tandasnya.

Darman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *